American Association of Optometrists (asosiasi dokter mata) menyelenggarakan survei online kepada para penonton tayangan 3D. Hasilnya, seperempat dari responden survei mengatakan mata mereka berkunang-kunang, pusing, sakit kepala, sakit mata, dan mual.
Hasil survei juga menyatakan, para penonton yang merasa dampak ini kapok menonton tayangan 3D lagi. Menurut Martin Banks, pakar mata dari UCLA Berkeley, dampak tayangan 3D ke mata akibat objek tayangan yang 'menipu' mata manusia.
Mata manusia biasanya terpaku dan terus memfokuskan diri pada satu objek saat objek itu mendekat. Tapi tayangan 3D tidak membuat objek mendekat tapi memperlihatkan sederetan objek lain, ini membuat saraf mata bekerja lebih keras untuk fokus.
"Ini yang membuat mata merasa tidak nyaman dan lelah ketika menonton 3D," kata Banks.
Asosiasi Pakar Mata dari Inggris, juga mengeluarkan peringatan terhadap dampak gadget Nintendo 3D ke anak-anak. Menurut Nintendo, mata anak-anak butuh tayangan yang jelas dan tajam untuk perkembangan matanya. Tapi tayangan 3D tidak melakukan hal ini.
"Anak-anak harus beristirahat lima menit setelah memainkan atau menonton tayangan 3D selama sejam," demikian peringatan itu.
Tayangan 3D pertama kali memborbardir konsumen lewat film. Salah satu film 3D tersukses adalah Avatar yang berhasil meraup 237 juta poundsterling untuk versi 3D. Stasion televisi di Inggris, Sky, juga berencana mengudara dengan tayangan 3D yang mengharuskan penonton menggunakan kacamata.